Dalam pernikahan seorang suami diperbolehkan untuk berdusta kepada istrinya. Akan tetapi hal ini tidak berlaku dalam segala situasi dan kondisi. Sebab ada batasan-batasan tertentu diperbolehkannya seorang suami berdusta kepada istrinya.
Sehingga apabila telah melebihi batas, maka sang suami akan mendapatkan dosa akibat perbuatannya tersebut. Bukan hanya itu saja, ia juga akan mendapatkan murka dari Allah SWT.
Oleh sebab itu seorang suami wajib mengetahui batasan diperbolehkannya dusta kepada istri. Sehingga dengan mengetahui hal tersebut, dapat membuat sang suami terhindar dari kekeliruan yang berujung pada dosa. Berikut ini ulasan mengenai batasan diperbolehkannya dusta kepada istri.
Sejatinya dalam Islam ada 3 kebohongan yang diperbolehkan. Sehingga pelakunya pun tidak akan dikenai dosa. Namun hal ini hanya berlaku dalam kondisi tertentu.
Pertama, berdusta dengan tujuan untuk mendamaikan orang yang sedang berselisih. Kedua, diperbolehkannya berdusta dalam peperangan. Hal ini dimaksudkan agar bisa mencari atau mendapatkan strategi yang terbaik. Ketiga, diperbolehkannya seorang suami berdusta kepada istrinya, dan sebaliknya.
Namun dalam hal ini seorang suami diperbolehkan untuk berdusta kepada istrinya dalam rangka menyenangkan sang istri dan membuatnya semakin cinta. Yaitu ketika sedang merayu atau memujinya.
Dr Karim Asy Syadzili menjelaskan bahwa, "Dusta yang diucapkan oleh suami kepada istrinya atau sebaliknya bertujuan untuk menguatkan kecintaan dan menghindari perpecahan."
Contohnya ketika sang suami melihat istrinya berdandan untuk dirinya dengan pakaian yang baru dibelinya. Akan tetapi, pada saat itu sang suami melihat bahwa hasil riasan yang dilakukan sang istri justru membuatnya terlihat pucat. Akan tetapi demi menyenangkan hati istrinya, ia diperbolehkan untuk berdusta dan mengatakan bahwa istrinya tersebut sangat cantik pada malam itu.
Begitu pula halnya ketika istrinya memasak sarapan yang keasinan. Namun saat ditanya, si suami justru mengatakan bahwa makanan yang dibuat istrinya sangat enak.Sehingga sang istri akan merasa senang tatkala mendengar pujian dari suaminya tersebut. Dengan demikian tersebut dapat memperdalam cinta diantara suami istri.
Sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab pernah diminta untuk mengatasi permasalan keluarga Abu Gharzah yang terkenal suka mencaci maki istrinya. Kemudian Umar pun bertanya kepada Ummu Gharzah,apakah ia membuat marah suaminya. Namun Ummu Gharzah mengatakan bahwa suaminya telah mencaci dirinya, tetapi ia terpaksa berdusta kepada suaminya tersebut dengan mengatakan bahwa dirinya tidak marah oleh cacian tersebut. Maka Umar pun memuji sikap Ummu Gharzah tersebut.
Dengan demikian berbohong diantara suami istri yang diperbolehkan adalah yang bertujuan untuk menambah kemesraan antar pasangan dan menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang. Sehingga tercipta kerukunan dan keharmonisan dalam rumah tangga.
Bukan hanya itu saja, hal tersebut juga dapat menyebabkan masing-masing pasangan menjadi lebih senang dan tenang saat bersama-sama. Sehingga terjalin keluarga yang harmonis dan penuh kasih diantara suami istri.
Akan tetapi, apabila perkara berbohong tersebut digunakan atau dimaksudkan untuk meninggalkan kewajiban, mengambil hak istri yang tidak bertanggung jawab, maka hal tersebut merupakan hal yang sangat dilarang dan dapat mendatangkan murka Allah SWT.
Bahkan disebutkan pula bahwa para ulama sepakat mengatakan bahwa yang dimaksud berbohong antar suami istri merupakan sikap yang tidak menggugurkan kewajiban atau mengambil sesuatu yang bukan halnya. "Fathul Bari, 5:300)
Sehingga dari ulasan ini bisa kita ketahui bahwa batasan diperbolehkannya dusta seorang suami kepada istrinya adalah yang bertujuan untuk menambah kemesraan diantara keduanya. Sementara apabila kebohongan tersebut bertujuan untuk menghindarkan kewajiban sang suami, maka hal tersebut sangat dilarang. Sebab merupakan sebuah perbuatan tercela yang bisa mendatangkan murka dari Allah SWT. Semoga bermanfaat.
Tag :
Dunia Islam,
Info Unik
0 Komentar untuk "Batasan Diperbolehkannya Dusta kepada Istri"