Seorang tokoh sufi dari Mesir, Syeikh Ibnu Atha’illah As-Sakandary mengatakan bahwa “Maksiat yang menciptakan sikap hina dina di hadapan Allah SWT itu lebih baik daripada ketaatan kepada Allah SWT yang menciptakan sikap merasa lebih mulia dan sombong.” Sebesar apapun dosa dan kejahatan yang diperbuat seseorang, jika kemudian dia bertobat maka Allah SWT akan membukakan pintu ampunan dan menyambut dengan kegembiraan yang Maha dahsyat. Seperti yang dikisahkan berikut ini.
Adalah seseorang yang dijuluki Khali’ yaitu seorang pemuda yang suka berbuat kejahatan besar. Pada suatu waktu ia bertemu dengan seorang ‘abid, yakni seorang yang taat beribadah dari kaum Bani Israil. Lalu si khali’ berkata, “Aku adalah seorang pendosa yang suka berbuat kejahatan, sementara orang itu adalah seorang ‘abid, sebaiknya aku duduk disebelahnya, dan Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepadaku dan memaafkan dosaku.”
Kemudian si khali’ duduk disebelah si ‘abid. “Aku adalah seorang yang taat beribadah, sementara pria ini adalah seorang yang amat suka berbuat kejahatan, pantaskah aku duduk bersebelahan dengannya ?” gumam si ‘abid. Dan tiba-tiba si ‘abid memaki serta menendang si khali’ hingga jatuh tersungkur.
Lalu Allah SWT menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW mengenai peristiwa ini. “Perintahkanlah kepada kedua orang ini yaitu ‘abid dan khali’ untuk memperbanyak amal mereka. Sesungguhnya Aku benar-benar telah mengampuni dosa-dosa khali’ dan menghapus semua amal ibadah ‘abid.”
Dengan demikian semua dosa-dosa yang pernah diperbuat oleh si ahli maksiat menjadi terhapuskan karena ia merasa takut kepada Allah SWT atas semua dosa yang telah dilakukannya, sementara Allah SWT menghapuskan semua amal ibadah yang telah dikerjakan oleh si ahli ibadah karena sifatnya yang sombong dan merasa dirinya lebih mulia dibandingkan si ahli maksiat.
Mengapa demikian? Karena sesungguhnya ada dosa yang jauh lebih besar dibandingkan berbuat maksiat, yaitu dosanya orang-orang yang merasa kagum pada diri sendiri. Rasulullah SAW bersabda:
“Jika kalian tidak pernah melakukan dosa, niscaya sesungguhnya yang paling ditakutkan pada kalian adalah yang jauh lebih dahsyat yaitu ‘ujub (merasa kagum pada diri sendiri).” (HR. Imam Ahmad)
Kisah di atas seharusnya menjadi pelajaran bagi kita semua. Seringkali muncul rasa bangga pada diri sendiri atas segala amal ibadah yang telah dikerjakan. Padahal yang demikian itu menjadi sia-sia karena rasa bangga tersebut membuat diri merasa lebih mulia dan menghujat serta menghakimi orang lain.
Perasaan hina dina dan sikap rendah diri karena telah melakukan perbuatan maksiat yang melekat pada diri merupakan sifat seorang hamba (ubudiyah). Sementara perasaan Maha Mulia dan Maha Besar merupakan sifat Tuhan (Rubibiyah). Karena sifatnya yang rendah diri disebabkan perbuatannya yang telah berbuat maksiat lalu dia bertobat dan tidak mengulangi kesalahan merupakan sifat yang lebih baik.
Kesombongan meskipun tidak dinyatakan dalam perbuatan dan kata-kata, namun dapat dirasakan di dalam hati. Dan ini lebih membahayakan karena dapat menumbuhkan berbagai macam sifat yang menyebabkan rasa pongah. Dalam beribadah hanya ditujukan kepada Allah SWT, seorang ‘abid yang bertakwa hendaknya berhati-hati terhadap ibadahnya sendiri.
Sebagai seorang muslim yang beriman dan mengikuti jejak nabi Muhammad SAW tidaklah diperbolehkan untuk menjadi shaleh sendiri. Ia seharusnya membimbing manusia yang telah melakukan kemaksiatan untuk kembali ke jalan yang benar dan bertobat memohon pengampunan kepada Allah SWT, agar hidup lebih tenang dan damai.
0 Komentar untuk "Ahli Maksiat Lebih Mulia Daripada Ahli Ibadah, Eits.. Baca Dulu Sebelum Komentar"